Kamis, 07 Februari 2013

sistem pemadan kebakaran pada gedung



MODUL 8

SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG

Tujuan Pembahasan  :
·         Memahami fungsi system pemadam kebakaran pada gedung
·         Mampu merancang system pemadam kebakaran pada gedung
·         Mengetahui standar-standar system pemadam kebakaran yang berlaku di Indonesia

8. 1.        Jenis Perencanaan Instalasi Pipa

Secara umum perencanaan instalasi pipa bila ditinjau dari segi lokasi perencanaan maka akan kita dapatkan dua jenis perencanaan, yaitu :
1.    Perencanaan Instalasi Pipa di Luar Gedung
2.    Perencanaan Instalasi Pipa di Dalam Gedung
Kedua jenis perencanaan tersebut memiliki banyak perbedaan yang cukup jelas diantaranya sebagai berikut :

8. 1. 1     Perencanaan Instalasi Pipa di Luar Gedung
Perencanaan instalasi pipa di luar gedung ini berbeda bila kita bandingkan dengan perencanaan instalasi pipa di dalam gedung karena adakalanya fluida yang dialirkan tidak hanya berupa air dan gas tetapi dapat pula berupa minyak atau cairan – cairan kimia. 
Sistem perencanaan instalasi pipa ini dapat dibagi menjadi :
● Perencanaan instalasi pipa dibidang Perminyakan dan Gas
● Perencanaan instalasi pipa dinas PDAM
● Perencanaan instalasi pipa dibidang industri kimia

8. 1. 2     Perencanaan Instalasi Pipa di Dalam Gedung
Sistem instalasi pipa ini lebih sering kita kenal karena lebih sering terlihat pada kehidupan sehari – hari.
Sistem perencanaan instalasi ini dapat dibagi menjadi :
● Perencanaan instalasi pipa Plumbing System
● Perencanaan instalasi pipa Fire Protection System
● Perencanaan instalasi pipa Air Condition System


8. 2         Sistem Pendistribusian Air di Dalam Gedung
8. 2. 1     Sistem Pendistribusian Air Bersih
Untuk instalasi pipa Plumbing System terdapat dua jenis cara pendistribusian air bersih, yaitu :
      a.   Sistem tidak langsung
            Dapat dilihat secara skematis pada gambar di bawah ini :
                 Gambar 8. 2. 1. Sistem tidak langsung pada distribusi air bersih
            b.         Sistem langsung
            Dapat dilihat secara skematis pada gambar di bawah ini.
                    Gambar 8. 2. 2 Sistem langsung pada distribusi air bersih
Perbedaan antara kedua sistem ini adalah pada pemakaian roof tank, pada sistem tidak langsung digunakan, sedangkan pada sistem tidak langsung tidak digunakan roof tank.

8. 2. 2     Instalasi Pipa untuk Plumbing System
Pada instalasi ini sistem dibagi lagi menjadi tiga sub – sistem, yaitu :
      1.      Instalasi pipa untuk distribusi air bersih
Pada instalasi pipa air bersih ( dibidang Plumbing ) ini kita mengenal yang dinamakan Plumbing Fixtures dimana semua alat ini mendapat suplai berupa air bersih dari tangki. Di bawah ini terdapat table yang menerangkan jenis – jenis Plumbing Fixtures beserta standar peletakannya.

Tabel 8. 2. 1 Plumbing Fixtures dan standar peletakannya
Plumbing Fixtures
Standar peletakan
( dihitung dari lantai )
Water Closet
Urinal
Shower
Lavatori Basin
Kitchen Sink
Bath Cup
Keran
0.3 – 0.4 m
0.6 – 1 m
1.6 – 1.8 m
1.2 – 1.4 m
1.2 – 1.4 m
0.4 – 0.5 m
0.4 – 0.5 m
Ref : Deputi Urusan Tata Bangunan dan Lingkungan Departement Permukiman dan Prasarana Wilayah.

             Semua standar peletakan untuk Plumbing Fixtures tersebut tidak mutlak tetapi peletakan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pengguna gedung.
      2.   Instalasi pipa untuk air buangan
Instalasi ini hanya mengalir air yang telah dipakai dari dapur, air dari wastafel              ( Lavatory Basin ), air buangan dari keran serta air buangan dari talang yang kesemuanya itu selanjutnya dialirkan kesaluran lingkungan gedung.
      3.   Instalasi pipa untuk air kotor
Pada instalasi ini yang tergolong air kotor adalah kotoran, baik yang cair maupun padat yang dibuang melalui urinal atau water closet yang semua itu umumnya langsung disalurkan ke septic tank atau ( Sewege Treatment Plant ).  

8. 2. 3     Instalasi Pipa untuk Fire Protection System

               Pada instalsi ini sistem dapat dibagi menjadi beberapa sub – sistem, yaitu :
    Sprinkler System
Sistem ini merupakan suatu sistem pencegahan pertama yang sangat baik yang mana pada pemakaiannya dilengkapi dengan Heat Detector.
Di bawah ini terdapat beberapa jenis sprinkler head dan drencher yang umum digunakan :
                           Gambar 8. 2. 3 Sprinkler Head Tipe Quatzoid Bulb
Gambar 8. 2. 3 Tipe ini berupa tabung yang terbuat dari kaca special ( special glass ) yang mana digunakan menahan air pada tempatnya. Tabung tersebut berisi cairan kimia berwarna yang mana bila dipanaskan ( terkena panas ) sampai suhu tertentu maka cairan kimia akan mengembang dan gelas akan tertekan sampai suatu batas tertentu yang akhirnya gelas tersebut akan pecah sehingga katup terbuka dan air akan mengalir menuju deflector kemudian air akan menyembur keluar untuk memadamkan api.

                               Gambar 8. 2. 4 Sprinkler Head Tipe Side Wall
Gambar 8. 2. 4 Jenis ini dirancang untuk digunakan pada sisi samping ruangan atau koridor, sehingga air akan terpancar pada bagian tengah dari ruangan atau koridor. Jenis ini juga banyak digunakan pada terowongan – terowongan.
                                              a. Window Drancher

                                                  b. Roof Drancher
                            Gambar 8. 2. 5 (a) (b) Tipe – tipe Drancher
Gambar 8. 2. 5 (a) Tipe ini digunakan untuk memancarkan air tipe ini biasa dipakai di atas jendela untuk mencegah meluasnya api ke luar dari gedung.   
Gambar 8. 2. 5 (b) Tipe ini tidak jauh dengan tipe pada gambar Gambar 2. 2. 5 (a), tetapi pada pemasangannya tipe ini pada atap ( rof ) untuk mencegah meluasnya api.









Tabel 8. 3. 1 Warna Cairan dan Temperatur Sprinkler
Rata – rata Temperatur
Warna dari cairan bola
57
68
79
93
141
182
204 – 260
Jingga
Merah
Kuning
Hijau
Biru
Ungu ( Mauve )
Hitam
Ref : “ Panduan Pemasangan Sistem Sprinkler untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung “, 1987, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Untuk penempatan sprinkler head, terdapat 2 jenis sistem pengaturan penempatan, yaitu :
                                             ( a) Metode ½ S dan ½ D
                                         (b) Metode 1/4 S dan 1/2 D
                 Gambar 8. 2. 6 (a) (b) Jenis – jenis Pengaturan Penempatan
S = Jarak antara 2 kepala sprinkler dan jarak kepala sprinkler ke dinding
D = Jarak antara 2 jalur pipa dan jalur pipa kedinding
Dari hasil perkalian antara S dengan D kita dapat menentukan klasifikasi kebakaran sebagai berikut :
      Untuk kebakaran ringan   : S x D ≤ 21 m2
      Untuk kebakaran sedang : S x D = ( 9 ~ 21 ) m2
       Untuk kebakaran ringan   : S x D ≤ 9 m2
Disamping dua jenis penempatan tersebut, terdapat pula beberapa metode distribusi untuk sprinkler bila melihat posisi dari pipa distribusi.


                                       (a) End Side With Centre Feed Pipe
                                    (b) End Side With Feed Pipe
                                      (c) End Centre With Centre Feed Pipe
                                      (d) End Centre With End Feed Pipe
                   Gambar 8. 2. 7 (a) (b) (c) (d) Metode Distribusi Untuk Sprinkler
      Hallon Sprinkler
Sistem ini pada peletakannya dan instalasinya tidak begitu berbeda jauh dengan sprinkler system, hanya saja pada sistem ini fluida yang digunakan berupa gas atau serbuk. Sistem ini biasa digunakan pada ruang perpustakaan, ruang komputer atau ruang kontrol listrik yang mana pada ruangan tersebut tidak memungkinkan menggunakan air.

       Hydrant System
Pada sistem ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian :
a).     Hydrant Box
         Hydrant Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant                 ( terletak di dalam gedung ) atau Outdoor Hydrant ( terletak di luar gedung ). Pemasangan Hydrant Box ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan luas ukuran ruangan serta luas gedung. Tetapi untuk ukuran minimalnya diharuskan pada tiap lantai terdapat minimal satu buah dan begitu pula untuk yang di luar gedung. Untuk pemasangan Hydrant Box di dalam ruangan pada bagian atasnya  ( menempel pada dinding ) harus disertai pemasangan alarm bel. Pada Hydrant Box terdapat gulungan selang atau lebih dikenal dengan istilah Hose Reel.



                                    Gambar 8. 2. 8 Indoor Hydrant Box
                                   Gambar 8. 2. 9 Outdoor Hydrant Box
Gambar 8. 2. 10 Hose Reel
b).     Hydrant Pillar
         Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PAM dan GWR gedung disalurkan ke mobil Pemadam Kebakaran agar Pemadam Kebakaran dapat menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakan dibagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan luas gedung.   
Gambar 8. 2. 11 Suplai Air untuk Hydrant Pillar

                                         Gambar 8. 2. 12 Hydrant Pillar

c)      Siamese Connection
         Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari mobil Pemadam Kebakaran untuk disalurkan ke dalam sistem instalasi pipa pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terpasang di dalam gedung selanjutnya dipancarkan melalui sprinkler – sprinkler dan hydrant box di dalam gedung. Alat ini diletakan pada bagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan luas dan kebutuhan gedung itu sendiri.


                                         Gambar 8. 2. 13 Siamese Connection
8. 3         Pemasangan Instalasi Pipa
Dalam pelaksanaannya, instalasi pipa ini dipasang bersamaan dengan pemasangan instalasi listrik, dimana instalasi pipa ini diletakan diantara plafond dan plat lantai yang berjarak min 0,4 – 0,5 m dan mak 0,5 – 1 m.
Hal tersebut menjadi alasan untuk memudahkan apabila terjadi kerusakan dan juga untuk memudahkan pelaksanaan perawatan rutin.

8. 4         Sistem Penyediaan Air     
8. 4. 1     Jaringan Kota
               Pada setiap gedung yang direncanakan, sistem penyediaan airnya berasal dari jaringan kota yang kemudian ditampung pada Ground Tank. Sambungan pada sistem jaringan kota dapat diterima kembali apabila kapasitas dan tekanannya mencukupi. Kapasitas dan tekanan sistem jaringan kota dapat diketahui dengan mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi ditempat penyambungan yang dilaksanakan, dan ukuran pipa distribusi sekurang – kurangnya harus sama dengan pipa tegak yang berfungsi sebagai shaft pipa. Berikut ini adalah ketentuan untuk sistem Pemadam Kebakaran :

      a.   Sesuai dengan peraturan NFPA ( National Fire Protection Association ) dan Menteri Pekerjaan Umum bahwa untuk setiap lantai yang memiliki sprinkler 14 – 45 buah pada gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit air ( Q ) sekurang – kurangnya 0,001 m3/s ( untuk satu Sprinkler Head ).
      b.   Sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan dan Standar debit Aliran Hydrant Box untuk gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran ( Q ) sekurang – kurangnya 0,006 m3/s ( untuk satu hydrant box pada tiap lantai ).
      c.   Sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan dan Standar debit Aliran Hydrant Box untuk gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran ( Q ) sekurang – kurangnya 0,019 m3/s ( untuk satu hydrant pillar pada satu halaman gedung ).

8. 4. 2.    Tangki Gravitasi   
               Tangki Gravitasi diletakan pada ketinggian tertentu dan direncanakan dengan baik dan dapat diterima sebagai sistem penyediaan air Tangki Gravitasi yang melayani keperluan rumah tangga, hydrant kebakaran dan sistem sprinkler otomatis harus :
    Direncanakan dan dipasang sedemikian rupa sehingga dapat menyalurkan air dalam kuantitas dan ketentuan yang cukup untuk sistem tersebut. 
    Mempunyai lubang aliran keluaran untuk keluaran rumah tangga pada ketinggian tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum untuk memadamkan kebakaran dapat direncanakan.
    Mempunyai lubang aliran keluaran untuk kebakaran pada ketinggian tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk sistem sprinkler otomatis dapat dipertahankan.

8. 4. 3     Tangki Bertekanan
               Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis. Sistem tersebut dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peralatan apabila tekanan atau permukaan tinggi air dalam tangki turun melalui batas yang ditentukan.
            Tangki bertekanan harus selalu berisi air 2/3 penuh dan diberi tekanan udara sedikitnya 49 N/cm2, kecuali ditentukan lain oleh pejabat yang berwenang. Apabila dasar tangki bertekanan terletak sedemikian rupa di bawah sistem sprinkler yang tertinggi, maka tekanan udara yang harus diberikan minimum 49 N/cm2 ditambah 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki.



8. 4. 4     Mobil Pemadam Kebakaran  
               Apabila disyaratkan harus disediakan sebuah sambungan yang memungkinkan mobil Pemadam Kebakaran memompakan air ke dalam sistem sprinkler, ukuran pipa minimum adalah 100 mm. Pipa ukuran 75 mm dapat digunakan apabila dihubungkan dengan pipa tegak dan ditempatkan pada bagian dekat katup balik.
            Pada sistem dengan pipa tegak tunggal, sambungan dilakukan pada bagian dekat katup kendali yang dipasang pada pipa tegak, kecuali sambungan untuk mobil Pemadam Kebakaran.

8. 5         Pengertian Kebakaran
               Sejak dahulu api merupakan kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk pemakaian skala besar dalam industri dalam peleburan logam. Tetapi sudah tidak  dapat dikendalikan lagi, api menjadi musuh manusia yang merupakan malapetaka dan dapat menimbulkan kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Hal tersebut yang biasa disebut kebakaran.


8. 5. 1     Proses Kebakaran
               Kebakaran berawal dari proses reaksi oksidasi antara unsur Oksigen ( O2 ), Panas dan Material yang mudah terbakar ( bahan bakar ). Keseimbangan unsur – unsur tersebutlah yang menyebabkan kebakaran. Berikut ini adalah definisi singkat mengenai unsur – unsur tersebut :

a.   Oksigen
      Oksigen atau gas O2 yang terdapat diudara bebas adalah unsur penting dalam pembakaran. Jumlah oksigen sangat menentukan kadar atau keaktifan pembakaran suatu benda. Kadar oksigen yang kurang dari 12 % tidak akan menimbulkan pembakaran.

b.   Panas
      Panas menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan suhu / temperatur, sehingga akhirnya mencapai titik nyala dan menjadi terbakar. Sumber – sumber panas tersebut dapat berupa sinar matahari, listrik, pusat energi mekanik, pusat reaksi kimia dan sebagainya.

c.   Bahan yang mudah terbakar ( Bahan bakar )
      Bahan tersebut memiliki titik nyala rendah yang merupakan temperatur terendah suatu bahan untuk dapat berubah menjadi uap dan akan menyala bila tersentuh api. Bahan makin mudah terbakar bila memiliki titik nyala yang makin rendah. Dari ketiga unsur – unsur di atas dapat digambarkan pada segitiga api.


                                             Gambar 8. 5. 1  Tetrahedron Api
               Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing – masing tahapan terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian meningkat hingga mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur – angsur menurun sampai saat bahan yang terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada umumnya kebakaran melalui dua tahapan, yaitu :
a.    Tahap Pertumbuhan ( Growth Period )
b.    Tahap Pembakaran ( Steady Combustion )
Tahap tersebut dapat dilihat pada kurva suhu api di bawah ini.

Gambar 8. 5.  2 Kurva Suhu Api
               Pada suatu peristiwa kebakaran, terjadi perjalanan yang arahnya dipengaruhi oleh lidah api dan materi yang menjalarkan panas. Sifat penjalarannya biasanya kearah vertikal sampai batas tertentu yang tidak memungkinkan lagi penjalarannya, maka akan menjalar kearah horizontal. Karena sifat itu, maka kebakaran pada gedung – gedung bertingkat tinggi, api menjalar ketingkat yang lebih tinggi dari asal api tersebut.
               Saat yang paling mudah dalam memadamkan api adalah pada tahap pertumbuhan. Bila sudah mencapai tahap pembakaran, api akan sulit dipadamkan atau dikendalikan.

                                        Tabel 8. 5. 1 Laju Pertumbuhan Kebakaran


      Klasifikasi Pertumbuhan
Waktu Pertumbuhan / Growth Time
( detik )
Tumbuh Lambat ( Slow Growth )
> 300
Tumbuh Sedang  ( Moderete Growth )
150 – 300
Tumbuh Cepat ( Fast Growth )
80 – 150
Tumbuh Sangat Cepat (Very Fast Growth )
< 80
Ref :“ Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran “, 2006 , Dinas Pemadam Kebakaran , Jakarta.


8. 5. 2     Klasifikasi Kebakaran
               Klasifikasi Kebakaran, Material dan Media Pemadam Kebakaran di Indonesia dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 8. 5. 2 Klasifikasi Kebakaran
             RESIKO
MATERIAL
ALAT  PEMADAM
Class A
Kayu, kertas, kain
Dry Chemichal Multiporse dan ABC soda acid
Class B
Bensin, Minyak tanah, varnish
Dry Chemichal foam ( serbuk bubuk ), BCF  (Bromoclorodiflour Methane), CO2, dan gas Hallon
Class C
Bahan – bahan seperti asetelin, methane, propane dan gas alam
Dry Chemichal, CO2, gas Hallon dan BCF 
Class D
Uranium, magnesium dan titanium
Metal x, metal guard, dry sand dan bubuk pryme
Ref :“ Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran “, 2006 , Dinas Pemadam Kebakaran , Jakarta.
Dari keempat jenis kebakaran tersebut yang jarang ditemui adalah kelas D, biasanya untuk kelas A, B dan C alat pemadamnya dapat digunakan dalam satu tabunng / alat, kecuali bila diperlukan jenis khusus.

8. 5. 3     Penyebab Kebakaran
               Berikut ini adalah penyebab kebakaran :
1.    Manusia, kesalahan manusia dapat berupa kurang hati – hati dalam menggunakan alat yang dapat menimbulkan api atau kurangnya pengertian tentang bahaya kebakaran. Sebagai salah satu contoh merokok atau memasak.
2.    Alat, disebabkan karena kualitas alat yang rendah, cara penggunaan yang salah, pemasangan instalasi yang kurang memenuhi syarat. Sebagai contoh : pemakaian daya listrik yang berlebihan atau kebocoran.
3.    Alam, sebagai contoh adalah panasnya matahari yang amat kuat dan terus menerus memancarkan panasnya sehingga dapat menimbulkan kebakaran.
4.    Penyalaan sendiri, sebagai contoh adalah kebakaran gudang kimia akibat reaksi kimia yang disebabkan oleh kebocoran atau hubungan pendek listrik.
5.    Kebakaran disengaja, seperti huru – hara, sabotase dan untuk mendapatkan asuransi ganti rugi.

   Penggolongan penyebab kebakaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. 5. 3 Penyebab Kebakaran
Alam
Kemajuan Teknologi

Perkembangan Penduduk

Matahari
Gempa bumi
Petir
Gunug merapi
Listrik
Biologis
Kimia
Ulah manusia :
   sengaja
   tidak sengaja
   awam ( ketidakpahaman )
Ref :“ Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran “, 2003 , Dinas Pemadam Kebakaran , Jakarta.

            Penyebab kebakaran dapat dilihat secara mendalam dari beberapa faktor berikut di bawah ini :
a.   Faktor Non Fisik
          Lemahnya peraturan perundang – undangan yang ada, serta kurangnya  pengawasan terhadap pelaksanaannya ( Perda No. 3 Tahun 1992 ).
          Adanya kepentingan yang berbeda antar berbagai instansi yang berkaitan dengan usaha – usaha pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran.
          Kondisi masyarakat yang kurang mematuhi peraturan perundang – undangan yang berlaku sebagai usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran.
          Lemahnya usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan yang dikaitkan dengan faktor ekonomi, dimana pemilik bangunan terlalu mengejar keuntungan dengan cara melanggar peraturan yang berlaku.
          Dana yang cukup besar untuk menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan terutama bangunan tinggi.
b.         Faktor Fisik
          Keterbatasan jumlah personil dan unit pemadam kebakaran serta peralatan.
          Kondisi gedung, terutama gedung tinggi yang tidak teratur.
          Kondisi lalu lintas yang tidak menunjang pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran.

8. 5. 4     Pola Meluasnya Kebakaran
            Dari segi cara api meluas dan menyala, yang menentukan ialah meluasnya kebakaran. Bedanya antara kebakaran besar dan kebakaran kecil sebetulnya hanya terletak pada cara meluasnya api tersebut.
            Perhitungan secara kuantitatif tentang cara meluasnya kebakaran sukar untuk ditentukan. Tetapi berdasarkan penyelidikan – penyelidikan, kiranya dapat diperkirakan pola cara meluasnya kebakaran itu sebagai berikut :

      a.   Konveksi ( Convection ) atau perpindahan panas karena pengaruh aliran, disebabkan karena molekul tinggi mengalir ke tempat yang bertemperatur lebih rendah dan menyerahkan panasnya pada molekul yang bertemperatur lebih rendah.
         »    Panas dan gas akan bergerak dengan cepat ke atas ( langit – langit atau bagian dinding sebelah atas yang menambah terjadinya sumber nyala yang baru ).
         »    Panas dan gas akan bergerak dengan cepat melalui dan mencari lubang – lubang vertikal seperti cerobong, pipa – pipa, ruang tangga lubang lift, dsb.
         »    Bila jalan arah vertikal terkekang, api akan menjalar kearah horizontal melalui ruang bebas, ruang langit – langit, saluran pipa atau lubang – lubang lain di dinding.
         »    Udara panas yang mengembang, dapat mengakibatkan tekanan kepada pintu, jendela atau bahan – bahan yang kurang kuat dan mencari lubang lainnya untuk ditembus.
                           Gambar 8. 5. 3 Penjalaran Kebakaran secara Konveksi  
      b.   Konduksi ( Conduction ) atau perpindahan panas karena pengaruh sentuhan langsung dari bagian temperatur tinggi ke temperatur rendah di dalam suatu medium.
         »    Panas akan disalurkan melalui pipa – pipa besi, saluran atau melalui unsur kontruksi lainnya diseluruh bangunan.
         »    Karena sifatnya meluas, maka perluasan tersebut dapat mengakibatkan keretakan di dalam kontruksi yang akan memberikan peluang baru untuk penjalaran kebakaran.

                          Gambar 8. 5. 4 Penjalaran Kebakaran secara Konduksi

      c.               Radiasi ( Radiation ) atau perpindahan panas yang bertemperatur tinggi kebenda yang bertemperatur rendah bila benda dipisahkan dalam ruang karena pancaran sinar dan gelombang elektromagnetik. Permukaan suatu bangunan tidak mustahil terbuat dari bahan – bahan bangunan yang bila terkena panas akan menimbulkan api.
         »    Karena udara itu mengembang ke atas, maka langit – langit dan dinding bagian atas akan terkena panas terlebih dahulu dan paling kritis. Bahan bangunan yang digunakan untuk itu sebaiknya ialah yang angka penigkatan perluasan apinya ( fleme-spread ratings ) rendah.
         »    Nyala mendadak ( flash-over ) yang disebabkan oleh permukaan dan sifat bahan bangunan yang sangat mudah termakan api, adalah gejala yang umum di dalam suatu kebakaran. Kalau suhu meningkat sampai ± 4250 C atau gas – gas yang sudah kehausan zat asam tiba – tiba dapat tambahan zat asam, maka akan menjadi nyala api yang mendadak, dan membesarnya bukan saja secara setempat tetapi meliputi beberapa tempat.
         »    Sama halnya dengan cerobong sebagai penyalur ke luar dari gas – gas panas yang mengakibatkan adanya bagian kosong udara di dalam ruangan ( yang berarti pula menarik zat asam ), semua bagian – bagian yang sempit atau lorong – lorong vertikal di dalam bangunan bersifat sebagai cerobong, dan dapat memperbesar nyala api, terutama kalau ada kesempatan zat asam membantu pula perluasan api tersebut.

                          Gambar 8. 5. 5 Penjalaran Kebakaran secara Radiasi
8. 6         Penanggulangan Kebakaran
               Karena kebakaran adalah suatu malapetaka, maka perlu diperhatikan penaggulangannya, yaitu segala upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan dan memadamkan api serta memperkecil kerugian akibat kebakaran. Penanggulangan dapat dilakukan sebelum, pada saat dan sudah terjadi kebakaran. Usaha – usaha yang dilakukan yaitu :

8. 6. 1     Usaha Pencegahan           
               Pencegahan dalam hal ini adalah suatu usaha secara bersama untuk menghindari kebakaran dalam arti meniadakan kemungkinan terjadinya kebakaran. Usaha ini pada mulanya dilakukan oleh pihak yang berwenang dan menuntut peran serta dari masyarakat.   Sedangkan usaha – usaha yang dilakukan Pemerintah adalah :
a.    Mengadakan dan menjalankan undang – undang / peraturan daerah seperti :
           Undang – undang gangguan yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat tinggal atau tempat mendirikan bangunan.
           Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang ketentuan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada gedung bertingkat.
           Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 1992 tentang ketentuan penanggulangan bahaya kebakaran dalam wilayah DKI Jakarta.
b.    Mengadakan perbaikan kampung yang meliputi sarana sarana fisik berupa pembuatan jaringan jalan dan sarana sanitasi, serta meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk.
c.    Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan masalah kebakaran, perlu ditekankan bahwa undang – undang / peraturan daerah yang ada serta penyuluhan – penyuluhan yang diadakan sama sekali tidak berguna bila tidak dijalankan dengan baik.

8. 6. 2     Cara Pemadaman

               Dari pengertian tentang penyebab kebakaran maka dapat ditemukan sistem pemadaman api, yaitu : 
a.    Cara penguraian, adalah sistem pemadaman dengan cara memisahakan / menjauhkan benda – benda yang dapat terbakar. Contohnya, bila terjadi kebakaran dalam gudang tekstil, yang terdekat dengan sumber api harus segera dibongkar / dimatikan.
b.    Cara pendinginan, adalah sistem pemadaman dengan cara menurunkan panas. Contoh, penyemprotan air ( bahan pokok pemadam ) pada benda yang terbakar.
c.    Cara isolasi, adalah sistem pemadaman dengan cara mengurangi kadar O2 pada lokasi sekitar benda- benda terbakar. Sistem ini disebut juga dengan sistem lokalisasi, yaitu dengan membatasi / menutupi benda – benda yang terbakar agar tidak bereaksi dengan O2, contohnya :
           Menutup benda – benda yang terbakar dengan karung yang dibasahi air, misalnya pada kebakaran yang bermula dari kompor.
           Menimbun benda – benda yang terbakar dengan pasir atau tanah.
           Menyemprotkan bahan kimia yaitu dengan alat pemadam jenis CO2

8. 6. 3     Pemilihan dan Penempatan Alat Pemadam

               Untuk menunjang bekerjanya alat, diperlukan suatu sistem koordinasi melalui suatu panel kontrol atau tidak melalui suatu panel kontrol, seperti hydrant.     Di bawah ini akan digambarkan diagram sistem kerja perlengkapan kebakaran yang bekerja secara elektrik dan dikontrol oleh petugas panel.

















                     Gambar 8. 6. 1 Diagaram Sistem Kerja Perlengkapan Kebakaran

8. 7         Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Pemadam Kebakaran
8. 7. 1     Pemeriksaan Sistem Pemadam Kebakaran
               Pada tahapan ini ada 2 macam pemeriksaan yang perlu dilakukan, yaitu :
a.    Pemeriksaan Sebagian – sebagian
Pemeriksaan ini perlu dilakukan sebelum sesuatu bagian dari sistem pemadam kebakaran ditanam dalam tanah atau sebelum diletakan diantara plafond dengan plat lantai. Kesemua ini harus dilakukan disaat proses pembangunan agar pemeriksaan dapat dilakukan lebih baik.
b.    Pemeriksaan Keseluruhan
Pemeriksaan ini dilaksanakan apabila seluruh sistem telah terpasang dan gedung telah mencapai penyelesaian sebesar 75 % dari rencana keseluruhan.

8. 7. 2     Pengujian Sistem Pemadam Kebakaran

               Pengujian umumnya dilakukan atas masing – masing jenis alat dan fungsi dari seluruh sistem setelah selesai pemasangan.

      a.   Pengujian Tekanan
            Pada pengujian tekanan ini perlu diketahui apakah pengujian sampai kesemua bagian dari sistem instalasi pipa pemadam kebakaran tersebut.
            Cara pelaksanaannya yaitu dengan : menjalankan pompa penguji untuk menghantarkan tekanan air kesemua pipa cabang dan membuka semua katup untuk sementara agar dapat diketahui apakah tekanan air yang masuk pada tiap – tiap pipa cabang sesuai dengan yang diinginkan dan selama pengujian berlangsung tidak boleh terjadi perubahan / penurunan tekanan. 
      b.   Pengujian Tangki
            Setelah selesai dibangun atau dipasang, tangki harus dibersihkan secara baik dan kemudian diisi dengan air untuk memeriksa adanya kebocoran, dan pada pengujian ini tangki harus tidak menunjukan gejala – gejala adanya kebocoran sekurang – kurangnya selama 24 jam.
      c.   Pengujian Pipa dan Aliran
            Pada pengujian ini aliran harus benar – benar lancar sehingga debit aliran masuk mendekati / sama dengan debit aliran keluar. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka sistem instalasi harus diperiksa ulang untuk menjamin bahwa sistem yang dipasang dapat berfungsi dengan baik.
      d.   Pengujian Sistem Automatisasi Sprinkler
            Cara ini dapat dilakukan hanya pada bagian dari beberapa sprinkler, yaitu dengan cara memanaskan sprinkler head, pada temperatur tertentu tabung kaca sprinkler head akan pecah dan katup akan terbuka sehingga air akan terpancar keluar melalui lubang – lubang sprinkler head.
e.   Pengujian Katup
Pengujian katup secara khusus dilaksanakan, walaupun pengujian pada katup sudah tercakup pada pengujian aliran pada pipa.    
          
           
     






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komentar yang membangun yah . makasih