MODUL 8
SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG
Tujuan
Pembahasan :
·
Memahami fungsi system pemadam kebakaran pada gedung
·
Mampu merancang system pemadam kebakaran pada gedung
·
Mengetahui standar-standar system pemadam kebakaran
yang berlaku di Indonesia
8. 1. Jenis Perencanaan Instalasi Pipa
Secara umum perencanaan instalasi pipa bila ditinjau dari
segi lokasi perencanaan maka akan kita dapatkan dua jenis perencanaan, yaitu :
1. Perencanaan Instalasi Pipa di Luar Gedung
2. Perencanaan Instalasi Pipa di Dalam Gedung
Kedua jenis
perencanaan tersebut memiliki banyak perbedaan yang cukup jelas diantaranya
sebagai berikut :
8. 1. 1 Perencanaan Instalasi Pipa di Luar Gedung
Perencanaan instalasi pipa di luar gedung ini berbeda
bila kita bandingkan dengan perencanaan instalasi pipa di dalam gedung karena
adakalanya fluida yang dialirkan tidak hanya berupa air dan gas tetapi dapat
pula berupa minyak atau cairan – cairan kimia.
Sistem perencanaan
instalasi pipa ini dapat dibagi menjadi :
● Perencanaan
instalasi pipa dibidang Perminyakan dan Gas
● Perencanaan
instalasi pipa dinas PDAM
● Perencanaan
instalasi pipa dibidang industri kimia
8. 1. 2 Perencanaan Instalasi Pipa di Dalam Gedung
Sistem instalasi pipa ini lebih sering kita kenal karena
lebih sering terlihat pada kehidupan sehari – hari.
Sistem perencanaan
instalasi ini dapat dibagi menjadi :
● Perencanaan
instalasi pipa Plumbing System
● Perencanaan
instalasi pipa Fire Protection System
● Perencanaan
instalasi pipa Air Condition System
8. 2 Sistem Pendistribusian Air di Dalam Gedung
8.
2. 1 Sistem Pendistribusian Air Bersih
Untuk instalasi pipa Plumbing System terdapat dua jenis cara
pendistribusian air bersih, yaitu :
a. Sistem tidak langsung
Dapat
dilihat secara skematis pada gambar di bawah ini :
Gambar 8. 2. 1. Sistem tidak
langsung pada distribusi air bersih
b.
Sistem langsung
Dapat
dilihat secara skematis pada gambar di bawah ini.
Gambar
8. 2. 2 Sistem langsung pada distribusi air bersih
Perbedaan antara kedua sistem ini adalah pada pemakaian roof tank, pada sistem tidak langsung
digunakan, sedangkan pada sistem tidak langsung tidak digunakan roof tank.
8. 2. 2 Instalasi Pipa untuk Plumbing System
Pada instalasi ini sistem dibagi lagi menjadi tiga sub –
sistem, yaitu :
1. Instalasi pipa untuk distribusi air bersih
Pada instalasi pipa
air bersih ( dibidang Plumbing ) ini
kita mengenal yang dinamakan Plumbing
Fixtures dimana semua alat ini mendapat suplai berupa air bersih dari
tangki. Di bawah ini terdapat table yang menerangkan jenis – jenis Plumbing Fixtures beserta standar
peletakannya.
Tabel 8. 2. 1 Plumbing
Fixtures dan standar peletakannya
Plumbing Fixtures
|
Standar peletakan
( dihitung dari lantai )
|
Water Closet
Urinal
Shower
Lavatori Basin
Kitchen Sink
Bath Cup
Keran
|
0.3 – 0.4 m
0.6 – 1 m
1.6 – 1.8 m
1.2 – 1.4 m
1.2 – 1.4 m
0.4 – 0.5 m
0.4 – 0.5 m
|
Ref
: Deputi Urusan Tata Bangunan dan Lingkungan Departement Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Semua standar peletakan untuk Plumbing Fixtures tersebut tidak mutlak
tetapi peletakan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pengguna gedung.
2. Instalasi pipa untuk air buangan
Instalasi ini hanya mengalir air yang telah dipakai dari
dapur, air dari wastafel ( Lavatory Basin ), air buangan dari keran serta air buangan dari
talang yang kesemuanya itu selanjutnya dialirkan kesaluran lingkungan gedung.
3. Instalasi pipa untuk air kotor
Pada instalasi ini yang tergolong air kotor adalah
kotoran, baik yang cair maupun padat yang dibuang melalui urinal atau water closet
yang semua itu umumnya langsung disalurkan ke septic tank atau ( Sewege
Treatment Plant ).
8. 2. 3 Instalasi Pipa untuk Fire Protection System
Pada
instalsi ini sistem dapat dibagi menjadi beberapa sub – sistem, yaitu :
● Sprinkler System
Sistem ini merupakan suatu sistem pencegahan
pertama yang sangat baik yang mana pada pemakaiannya dilengkapi dengan Heat Detector.
Di bawah ini terdapat beberapa jenis sprinkler head dan drencher yang umum digunakan :
Gambar
8. 2. 3 Sprinkler Head Tipe Quatzoid Bulb
Gambar 8. 2. 3 Tipe ini berupa tabung yang terbuat dari
kaca special ( special glass ) yang
mana digunakan menahan air pada tempatnya. Tabung tersebut berisi cairan kimia
berwarna yang mana bila dipanaskan ( terkena panas ) sampai suhu tertentu maka
cairan kimia akan mengembang dan gelas akan tertekan sampai suatu batas
tertentu yang akhirnya gelas tersebut akan pecah sehingga katup terbuka dan air
akan mengalir menuju deflector
kemudian air akan menyembur keluar untuk memadamkan api.
Gambar 8. 2. 4 Sprinkler Head Tipe Side Wall
Gambar 8. 2. 4 Jenis ini dirancang untuk digunakan pada
sisi samping ruangan atau koridor, sehingga air akan terpancar pada bagian
tengah dari ruangan atau koridor. Jenis ini juga banyak digunakan pada
terowongan – terowongan.
a. Window Drancher
b. Roof Drancher
Gambar 8. 2. 5 (a) (b) Tipe – tipe Drancher
Gambar 8. 2. 5 (a) Tipe ini digunakan untuk memancarkan air tipe ini biasa
dipakai di atas jendela untuk mencegah meluasnya api ke luar dari gedung.
Gambar 8. 2. 5 (b) Tipe ini tidak jauh dengan tipe pada gambar Gambar 2. 2. 5 (a), tetapi pada
pemasangannya tipe ini pada atap ( rof )
untuk mencegah meluasnya api.
Tabel 8. 3. 1 Warna Cairan dan Temperatur Sprinkler
Rata – rata Temperatur
|
Warna dari cairan bola
|
57
68
79
93
141
182
204 – 260
|
Jingga
Merah
Kuning
Hijau
Biru
Ungu ( Mauve )
Hitam
|
Ref
: “ Panduan Pemasangan Sistem Sprinkler
untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung “, 1987,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Untuk penempatan sprinkler head, terdapat 2 jenis sistem
pengaturan penempatan, yaitu :
(
a) Metode ½ S dan ½ D
(b) Metode 1/4 S dan 1/2
D
Gambar 8. 2. 6 (a) (b) Jenis –
jenis Pengaturan Penempatan
S = Jarak antara 2 kepala sprinkler dan jarak kepala sprinkler ke dinding
D = Jarak antara 2 jalur pipa dan jalur pipa
kedinding
Dari hasil perkalian antara S dengan D kita
dapat menentukan klasifikasi kebakaran sebagai berikut :
● Untuk
kebakaran ringan : S x D ≤ 21 m2
● Untuk
kebakaran sedang : S x D = ( 9 ~ 21 ) m2
● Untuk
kebakaran ringan : S x D ≤ 9 m2
Disamping dua jenis penempatan tersebut,
terdapat pula beberapa metode distribusi untuk sprinkler bila melihat posisi dari pipa distribusi.
(a) End Side With Centre Feed Pipe
(b) End
Side With Feed Pipe
(c) End
Centre With Centre Feed Pipe
(d) End
Centre With End Feed Pipe
Gambar 8. 2. 7 (a) (b) (c)
(d) Metode Distribusi Untuk Sprinkler
● Hallon Sprinkler
Sistem ini pada peletakannya dan instalasinya tidak
begitu berbeda jauh dengan sprinkler
system, hanya saja pada sistem ini fluida yang digunakan berupa gas atau
serbuk. Sistem ini biasa digunakan pada ruang perpustakaan, ruang komputer atau
ruang kontrol listrik yang mana pada ruangan tersebut tidak memungkinkan
menggunakan air.
● Hydrant System
Pada sistem ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian :
a). Hydrant Box
Hydrant
Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant
( terletak di dalam gedung ) atau Outdoor
Hydrant ( terletak di luar gedung ). Pemasangan Hydrant Box ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan luas
ukuran ruangan serta luas gedung. Tetapi untuk ukuran minimalnya diharuskan
pada tiap lantai terdapat minimal satu buah dan begitu pula untuk yang di luar
gedung. Untuk pemasangan Hydrant Box
di dalam ruangan pada bagian atasnya (
menempel pada dinding ) harus disertai pemasangan alarm bel. Pada Hydrant Box terdapat gulungan selang
atau lebih dikenal dengan istilah Hose
Reel.
Gambar 8.
2. 8 Indoor Hydrant Box
Gambar 8. 2.
9 Outdoor Hydrant Box
Gambar 8. 2. 10 Hose Reel
b). Hydrant
Pillar
Alat ini memiliki fungsi untuk
menyuplai air dari PAM dan GWR gedung disalurkan ke mobil Pemadam Kebakaran
agar Pemadam Kebakaran dapat menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar.
Alat ini diletakan dibagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya
disesuaikan dengan luas gedung.
Gambar 8. 2. 11 Suplai Air
untuk Hydrant Pillar
Gambar 8. 2. 12 Hydrant Pillar
c) Siamese
Connection
Alat ini memiliki fungsi untuk
menyuplai air dari mobil Pemadam Kebakaran untuk disalurkan ke dalam sistem
instalasi pipa pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terpasang di dalam
gedung selanjutnya dipancarkan melalui sprinkler
– sprinkler dan hydrant box di
dalam gedung. Alat ini diletakan pada bagian luar gedung yang jumlahnya serta
peletakannya disesuaikan dengan luas dan kebutuhan gedung itu sendiri.
Gambar 8. 2. 13 Siamese Connection
8. 3 Pemasangan
Instalasi Pipa
Dalam pelaksanaannya,
instalasi pipa ini dipasang bersamaan dengan pemasangan instalasi listrik,
dimana instalasi pipa ini diletakan diantara plafond dan plat lantai yang
berjarak min 0,4 – 0,5 m dan mak 0,5 – 1 m.
Hal tersebut menjadi alasan
untuk memudahkan apabila terjadi kerusakan dan juga untuk memudahkan
pelaksanaan perawatan rutin.
8. 4 Sistem
Penyediaan Air
8. 4. 1 Jaringan
Kota
Pada setiap gedung yang direncanakan, sistem
penyediaan airnya berasal dari jaringan kota yang kemudian ditampung pada Ground Tank. Sambungan pada sistem
jaringan kota dapat diterima kembali apabila kapasitas dan tekanannya
mencukupi. Kapasitas dan tekanan sistem jaringan kota dapat diketahui dengan
mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi ditempat penyambungan
yang dilaksanakan, dan ukuran pipa distribusi sekurang – kurangnya harus sama
dengan pipa tegak yang berfungsi sebagai shaft pipa. Berikut ini adalah
ketentuan untuk sistem Pemadam Kebakaran :
a. Sesuai
dengan peraturan NFPA ( National Fire
Protection Association ) dan Menteri Pekerjaan Umum bahwa untuk setiap
lantai yang memiliki sprinkler 14 –
45 buah pada gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit air ( Q
) sekurang – kurangnya 0,001 m3/s ( untuk satu Sprinkler Head ).
b. Sesuai
dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan
dan Standar debit Aliran Hydrant Box
untuk gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran ( Q )
sekurang – kurangnya 0,006 m3/s ( untuk satu hydrant box pada tiap lantai ).
c. Sesuai
dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan
dan Standar debit Aliran Hydrant Box
untuk gedung dengan jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran ( Q )
sekurang – kurangnya 0,019 m3/s ( untuk satu hydrant pillar pada satu
halaman gedung ).
8. 4. 2. Tangki
Gravitasi
Tangki Gravitasi diletakan pada ketinggian
tertentu dan direncanakan dengan baik dan dapat diterima sebagai sistem
penyediaan air Tangki Gravitasi yang melayani keperluan rumah tangga, hydrant kebakaran dan sistem sprinkler otomatis harus :
■ Direncanakan
dan dipasang sedemikian rupa sehingga dapat menyalurkan air dalam kuantitas dan
ketentuan yang cukup untuk sistem tersebut.
■ Mempunyai
lubang aliran keluaran untuk keluaran rumah tangga pada ketinggian tertentu
dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum untuk memadamkan kebakaran dapat
direncanakan.
■ Mempunyai
lubang aliran keluaran untuk kebakaran pada ketinggian tertentu dari dasar
tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk sistem sprinkler otomatis dapat dipertahankan.
8. 4. 3 Tangki Bertekanan
Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan
suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis.
Sistem tersebut dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peralatan
apabila tekanan atau permukaan tinggi air dalam tangki turun melalui batas yang
ditentukan.
Tangki bertekanan harus selalu
berisi air 2/3 penuh dan diberi tekanan udara sedikitnya
49 N/cm2, kecuali ditentukan lain oleh pejabat yang berwenang.
Apabila dasar tangki bertekanan terletak sedemikian rupa di bawah sistem sprinkler yang tertinggi, maka tekanan
udara yang harus diberikan minimum 49 N/cm2 ditambah 3 X tekanan
yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki.
8.
4. 4 Mobil Pemadam Kebakaran
Apabila disyaratkan harus
disediakan sebuah sambungan yang memungkinkan mobil Pemadam Kebakaran
memompakan air ke dalam sistem sprinkler,
ukuran pipa minimum adalah 100 mm. Pipa ukuran 75 mm dapat digunakan apabila
dihubungkan dengan pipa tegak dan ditempatkan pada bagian dekat katup balik.
Pada sistem dengan pipa tegak
tunggal, sambungan dilakukan pada bagian dekat katup kendali yang dipasang pada
pipa tegak, kecuali sambungan untuk mobil Pemadam Kebakaran.
8. 5 Pengertian
Kebakaran
Sejak dahulu api merupakan
kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu
contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk pemakaian skala besar dalam
industri dalam peleburan logam. Tetapi sudah tidak dapat dikendalikan lagi, api menjadi musuh
manusia yang merupakan malapetaka dan dapat menimbulkan kerugian baik materi
maupun jiwa manusia. Hal tersebut yang biasa disebut kebakaran.
8. 5. 1 Proses
Kebakaran
Kebakaran berawal dari proses
reaksi oksidasi antara unsur Oksigen ( O2 ), Panas dan Material yang
mudah terbakar ( bahan bakar ). Keseimbangan unsur – unsur tersebutlah yang
menyebabkan kebakaran. Berikut ini adalah definisi singkat mengenai unsur –
unsur tersebut :
a. Oksigen
Oksigen
atau gas O2 yang terdapat diudara bebas adalah unsur penting dalam
pembakaran. Jumlah oksigen sangat menentukan kadar atau keaktifan pembakaran
suatu benda. Kadar oksigen yang kurang dari 12 % tidak akan menimbulkan
pembakaran.
b.
Panas
Panas menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan suhu /
temperatur, sehingga akhirnya mencapai titik nyala dan menjadi terbakar. Sumber
– sumber panas tersebut dapat berupa sinar matahari, listrik, pusat energi
mekanik, pusat reaksi kimia dan sebagainya.
c.
Bahan yang mudah terbakar ( Bahan bakar
)
Bahan tersebut memiliki titik nyala rendah yang merupakan
temperatur terendah suatu bahan untuk dapat berubah menjadi uap dan akan
menyala bila tersentuh api. Bahan makin mudah terbakar bila memiliki titik
nyala yang makin rendah. Dari ketiga unsur – unsur di atas dapat digambarkan
pada segitiga api.
Gambar 8. 5. 1 Tetrahedron Api
Proses kebakaran berlangsung
melalui beberapa tahapan, yang masing – masing tahapan terjadi peningkatan suhu,
yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian meningkat hingga mencapai
puncaknya dan pada akhirnya berangsur – angsur menurun sampai saat bahan yang
terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada umumnya kebakaran
melalui dua tahapan, yaitu :
a.
Tahap
Pertumbuhan ( Growth Period )
b. Tahap Pembakaran ( Steady Combustion )
Tahap tersebut dapat dilihat pada kurva suhu
api di bawah ini.
Gambar 8. 5.
2 Kurva Suhu Api
Pada suatu peristiwa kebakaran,
terjadi perjalanan yang arahnya dipengaruhi oleh lidah api dan materi yang
menjalarkan panas. Sifat penjalarannya biasanya kearah vertikal sampai batas
tertentu yang tidak memungkinkan lagi penjalarannya, maka akan menjalar kearah
horizontal. Karena sifat itu, maka kebakaran pada gedung – gedung bertingkat
tinggi, api menjalar ketingkat yang lebih tinggi dari asal api tersebut.
Saat yang paling mudah dalam
memadamkan api adalah pada tahap pertumbuhan. Bila sudah mencapai tahap
pembakaran, api akan sulit dipadamkan atau dikendalikan.
Tabel
8. 5. 1 Laju Pertumbuhan Kebakaran
Klasifikasi Pertumbuhan
|
Waktu Pertumbuhan / Growth
Time
( detik )
|
Tumbuh Lambat ( Slow Growth )
|
> 300
|
Tumbuh Sedang ( Moderete Growth )
|
150 – 300
|
Tumbuh Cepat ( Fast
Growth )
|
80 – 150
|
Tumbuh Sangat Cepat
(Very Fast Growth )
|
< 80
|
Ref :“ Teori Dasar
Penanggulangan Bahaya Kebakaran “, 2006 , Dinas Pemadam Kebakaran , Jakarta.
8. 5. 2 Klasifikasi
Kebakaran
Klasifikasi Kebakaran, Material
dan Media Pemadam Kebakaran di Indonesia dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 8. 5. 2 Klasifikasi Kebakaran
RESIKO
|
MATERIAL
|
ALAT PEMADAM
|
Class A
|
Kayu, kertas, kain
|
Dry Chemichal
Multiporse dan ABC soda acid
|
Class B
|
Bensin, Minyak
tanah, varnish
|
Dry Chemichal foam
( serbuk bubuk ), BCF
(Bromoclorodiflour Methane), CO2, dan gas Hallon
|
Class C
|
Bahan – bahan
seperti asetelin, methane, propane dan gas alam
|
Dry Chemichal, CO2,
gas Hallon dan BCF
|
Class D
|
Uranium, magnesium
dan titanium
|
Metal x, metal
guard, dry sand dan bubuk pryme
|
Ref :“ Teori Dasar
Penanggulangan Bahaya Kebakaran “, 2006 , Dinas Pemadam Kebakaran , Jakarta.
Dari keempat jenis
kebakaran tersebut yang jarang ditemui adalah kelas D, biasanya untuk kelas A,
B dan C alat pemadamnya dapat digunakan dalam satu tabunng / alat, kecuali bila
diperlukan jenis khusus.
8. 5. 3 Penyebab
Kebakaran
Berikut ini adalah penyebab
kebakaran :
1.
Manusia, kesalahan manusia dapat berupa kurang hati
– hati dalam menggunakan alat yang dapat menimbulkan api atau kurangnya
pengertian tentang bahaya kebakaran. Sebagai salah satu contoh merokok atau
memasak.
2.
Alat,
disebabkan karena
kualitas alat yang rendah, cara penggunaan yang salah, pemasangan instalasi
yang kurang memenuhi syarat. Sebagai contoh : pemakaian daya listrik yang
berlebihan atau kebocoran.
3.
Alam,
sebagai contoh adalah
panasnya matahari yang amat kuat dan terus menerus memancarkan panasnya
sehingga dapat menimbulkan kebakaran.
4.
Penyalaan
sendiri, sebagai contoh adalah
kebakaran gudang kimia akibat reaksi kimia yang disebabkan oleh kebocoran atau
hubungan pendek listrik.
5.
Kebakaran
disengaja, seperti huru – hara,
sabotase dan untuk mendapatkan asuransi ganti rugi.
Penggolongan
penyebab kebakaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. 5. 3 Penyebab Kebakaran
Alam
|
Kemajuan
Teknologi
|
Perkembangan
Penduduk
|
Matahari
Gempa bumi
Petir
Gunug merapi
|
Listrik
Biologis
Kimia
|
Ulah manusia :
− sengaja
− tidak sengaja
−
awam ( ketidakpahaman )
|
Ref :“ Teori Dasar
Penanggulangan Bahaya Kebakaran “, 2003 , Dinas Pemadam Kebakaran , Jakarta.
Penyebab kebakaran dapat dilihat
secara mendalam dari beberapa faktor berikut di bawah ini :
a. Faktor Non Fisik
● Lemahnya peraturan perundang – undangan yang
ada, serta kurangnya pengawasan terhadap
pelaksanaannya ( Perda No. 3 Tahun 1992 ).
● Adanya
kepentingan yang berbeda antar berbagai instansi yang berkaitan dengan usaha –
usaha pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran.
● Kondisi
masyarakat yang kurang mematuhi peraturan perundang – undangan yang berlaku
sebagai usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran.
● Lemahnya
usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan yang dikaitkan dengan
faktor ekonomi, dimana pemilik bangunan terlalu mengejar keuntungan dengan cara
melanggar peraturan yang berlaku.
● Dana
yang cukup besar untuk menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan terutama
bangunan tinggi.
b. Faktor Fisik
● Keterbatasan
jumlah personil dan unit pemadam kebakaran serta peralatan.
● Kondisi
gedung, terutama gedung tinggi yang tidak teratur.
● Kondisi
lalu lintas yang tidak menunjang pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran.
8. 5. 4 Pola
Meluasnya Kebakaran
Dari segi cara api meluas dan
menyala, yang menentukan ialah meluasnya kebakaran. Bedanya antara kebakaran
besar dan kebakaran kecil sebetulnya hanya terletak pada cara meluasnya api
tersebut.
Perhitungan secara kuantitatif
tentang cara meluasnya kebakaran sukar untuk ditentukan. Tetapi berdasarkan
penyelidikan – penyelidikan, kiranya dapat diperkirakan pola cara meluasnya
kebakaran itu sebagai berikut :
a. Konveksi ( Convection ) atau perpindahan panas karena pengaruh aliran,
disebabkan karena molekul tinggi mengalir ke tempat yang bertemperatur lebih
rendah dan menyerahkan panasnya pada molekul yang bertemperatur lebih rendah.
» Panas
dan gas akan bergerak dengan cepat ke atas ( langit – langit atau bagian
dinding sebelah atas yang menambah terjadinya sumber nyala yang baru ).
» Panas
dan gas akan bergerak dengan cepat melalui dan mencari lubang – lubang vertikal
seperti cerobong, pipa – pipa, ruang tangga lubang lift, dsb.
» Bila
jalan arah vertikal terkekang, api akan menjalar kearah horizontal melalui
ruang bebas, ruang langit – langit, saluran pipa atau lubang – lubang lain di
dinding.
» Udara
panas yang mengembang, dapat mengakibatkan tekanan kepada pintu, jendela atau
bahan – bahan yang kurang kuat dan mencari lubang lainnya untuk ditembus.
Gambar 8. 5. 3 Penjalaran Kebakaran secara Konveksi
b. Konduksi
( Conduction ) atau perpindahan
panas karena pengaruh sentuhan langsung dari bagian temperatur tinggi ke
temperatur rendah di dalam suatu medium.
» Panas
akan disalurkan melalui pipa – pipa besi, saluran atau melalui unsur kontruksi
lainnya diseluruh bangunan.
» Karena
sifatnya meluas, maka perluasan tersebut dapat mengakibatkan keretakan di dalam
kontruksi yang akan memberikan peluang baru untuk penjalaran kebakaran.
Gambar
8. 5. 4 Penjalaran Kebakaran secara Konduksi
c. Radiasi (
Radiation ) atau perpindahan panas
yang bertemperatur tinggi kebenda yang bertemperatur rendah bila benda
dipisahkan dalam ruang karena pancaran sinar dan gelombang elektromagnetik.
Permukaan suatu bangunan tidak mustahil terbuat dari bahan – bahan bangunan
yang bila terkena panas akan menimbulkan api.
» Karena
udara itu mengembang ke atas, maka langit – langit dan dinding bagian atas akan
terkena panas terlebih dahulu dan paling kritis. Bahan bangunan yang digunakan
untuk itu sebaiknya ialah yang angka penigkatan perluasan apinya ( fleme-spread ratings ) rendah.
» Nyala
mendadak ( flash-over ) yang
disebabkan oleh permukaan dan sifat bahan bangunan yang sangat mudah termakan
api, adalah gejala yang umum di dalam suatu kebakaran. Kalau suhu meningkat
sampai ± 4250 C atau gas – gas yang sudah kehausan zat asam tiba –
tiba dapat tambahan zat asam, maka akan menjadi nyala api yang mendadak, dan membesarnya
bukan saja secara setempat tetapi meliputi beberapa tempat.
» Sama
halnya dengan cerobong sebagai penyalur ke luar dari gas – gas panas yang
mengakibatkan adanya bagian kosong udara di dalam ruangan ( yang berarti pula
menarik zat asam ), semua bagian – bagian yang sempit atau lorong – lorong
vertikal di dalam bangunan bersifat sebagai cerobong, dan dapat memperbesar
nyala api, terutama kalau ada kesempatan zat asam membantu pula perluasan api
tersebut.
Gambar
8. 5. 5 Penjalaran Kebakaran secara Radiasi
8. 6 Penanggulangan
Kebakaran
Karena kebakaran adalah suatu malapetaka,
maka perlu diperhatikan penaggulangannya, yaitu segala upaya yang dilakukan
untuk menyelamatkan dan memadamkan api serta memperkecil kerugian akibat kebakaran.
Penanggulangan dapat dilakukan sebelum, pada saat dan sudah terjadi kebakaran.
Usaha – usaha yang dilakukan yaitu :
8. 6. 1 Usaha
Pencegahan
Pencegahan dalam hal ini adalah suatu usaha
secara bersama untuk menghindari kebakaran dalam arti meniadakan kemungkinan
terjadinya kebakaran. Usaha ini pada mulanya dilakukan oleh pihak yang
berwenang dan menuntut peran serta dari masyarakat. Sedangkan usaha – usaha yang dilakukan
Pemerintah adalah :
a. Mengadakan dan menjalankan undang – undang /
peraturan daerah seperti :
▪ Undang
– undang gangguan yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat
tinggal atau tempat mendirikan bangunan.
▪ Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang ketentuan pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran pada gedung bertingkat.
▪ Peraturan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 1992 tentang ketentuan penanggulangan
bahaya kebakaran dalam wilayah DKI Jakarta.
b.
Mengadakan
perbaikan kampung yang meliputi sarana sarana fisik berupa pembuatan jaringan
jalan dan sarana sanitasi, serta meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk.
c.
Mengadakan
penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan masalah kebakaran, perlu
ditekankan bahwa undang – undang / peraturan daerah yang ada serta penyuluhan –
penyuluhan yang diadakan sama sekali tidak berguna bila tidak dijalankan dengan
baik.
8. 6. 2 Cara
Pemadaman
Dari pengertian tentang penyebab
kebakaran maka dapat ditemukan sistem pemadaman api, yaitu :
a.
Cara penguraian, adalah sistem pemadaman dengan cara memisahakan /
menjauhkan benda – benda yang dapat terbakar. Contohnya, bila terjadi kebakaran
dalam gudang tekstil, yang terdekat dengan sumber api harus segera dibongkar /
dimatikan.
b. Cara
pendinginan, adalah sistem
pemadaman dengan cara menurunkan panas. Contoh, penyemprotan air ( bahan pokok
pemadam ) pada benda yang terbakar.
c. Cara
isolasi, adalah sistem
pemadaman dengan cara mengurangi kadar O2 pada lokasi sekitar benda-
benda terbakar. Sistem ini disebut juga dengan sistem lokalisasi, yaitu dengan
membatasi / menutupi benda – benda yang terbakar agar tidak bereaksi dengan O2,
contohnya :
▪ Menutup benda – benda yang terbakar dengan karung yang
dibasahi air, misalnya pada kebakaran yang bermula dari kompor.
▪ Menimbun benda – benda yang terbakar dengan pasir atau
tanah.
▪ Menyemprotkan bahan kimia yaitu dengan alat pemadam jenis
CO2
8. 6. 3 Pemilihan
dan Penempatan Alat Pemadam
Untuk menunjang bekerjanya alat, diperlukan
suatu sistem koordinasi melalui suatu panel kontrol atau tidak melalui suatu
panel kontrol, seperti hydrant. Di bawah ini akan digambarkan diagram sistem
kerja perlengkapan kebakaran yang bekerja secara elektrik dan dikontrol oleh
petugas panel.
Gambar 8. 6. 1 Diagaram
Sistem Kerja Perlengkapan Kebakaran
8. 7 Pemeriksaan
dan Pengujian Instalasi Pemadam Kebakaran
8. 7. 1 Pemeriksaan
Sistem Pemadam Kebakaran
Pada tahapan ini ada 2 macam
pemeriksaan yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Pemeriksaan Sebagian – sebagian
Pemeriksaan ini perlu
dilakukan sebelum sesuatu bagian dari sistem pemadam kebakaran ditanam dalam
tanah atau sebelum diletakan diantara plafond dengan plat lantai. Kesemua ini
harus dilakukan disaat proses pembangunan agar pemeriksaan dapat dilakukan
lebih baik.
b. Pemeriksaan Keseluruhan
Pemeriksaan ini
dilaksanakan apabila seluruh sistem telah terpasang dan gedung telah mencapai
penyelesaian sebesar 75 % dari rencana keseluruhan.
8. 7. 2 Pengujian Sistem Pemadam Kebakaran
Pengujian umumnya dilakukan atas
masing – masing jenis alat dan fungsi dari seluruh sistem setelah selesai
pemasangan.
a. Pengujian Tekanan
Pada pengujian tekanan ini perlu
diketahui apakah pengujian sampai kesemua bagian dari sistem instalasi pipa
pemadam kebakaran tersebut.
Cara pelaksanaannya yaitu dengan :
menjalankan pompa penguji untuk menghantarkan tekanan air kesemua pipa cabang
dan membuka semua katup untuk sementara agar dapat diketahui apakah tekanan air
yang masuk pada tiap – tiap pipa cabang sesuai dengan yang diinginkan dan selama
pengujian berlangsung tidak boleh terjadi perubahan / penurunan tekanan.
b. Pengujian
Tangki
Setelah selesai dibangun atau
dipasang, tangki harus dibersihkan secara baik dan kemudian diisi dengan air
untuk memeriksa adanya kebocoran, dan pada pengujian ini tangki harus tidak
menunjukan gejala – gejala adanya kebocoran sekurang – kurangnya selama 24 jam.
c. Pengujian
Pipa dan Aliran
Pada pengujian ini aliran harus
benar – benar lancar sehingga debit aliran masuk mendekati / sama dengan debit
aliran keluar. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka sistem instalasi harus
diperiksa ulang untuk menjamin bahwa sistem yang dipasang dapat berfungsi
dengan baik.
d. Pengujian
Sistem Automatisasi Sprinkler
Cara ini dapat dilakukan hanya pada
bagian dari beberapa sprinkler, yaitu
dengan cara memanaskan sprinkler head,
pada temperatur tertentu tabung kaca sprinkler
head akan pecah dan katup akan terbuka sehingga air akan terpancar keluar
melalui lubang – lubang sprinkler head.
e. Pengujian Katup
Pengujian katup
secara khusus dilaksanakan, walaupun pengujian pada katup sudah tercakup pada
pengujian aliran pada pipa.